Senin, 09 Mei 2011

PSIKOLINGUISTIK

Definisi Bahasa
Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh manusia. Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu ide atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal. Perkembangan kemampuan lingusitik terjadi di dalam konteks umum perkembangan konseptual dan intelektual anak- anak. Memahami proses pemerolehan bahasa akan memberikan pandangan yang jelas tentang perkembangan kognitif anak secara menyeluruh Setiap anak normal pasti memperoleh suatu bahasa yaitu ³bahasa pertama´ atau ³bahasa asli´ ataupun ³bahasa ibu´ dalam tahun pertama kehidupannya. Anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh bahasa apa saja termasuk Bahasa Indonesia. Menurut Chomsky kemampuan itu membawa seorang anak mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari yang sederhana sampai pada bentuk yang kompleks. Anak yang terlahir ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Selain itu faktor lingkungan juga ikut membantu proses perkembangan bahasa pada anak. Anak akan belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat dan hayati dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa (language) mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain, termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas, seperti : tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomime dan seni. Kartono (1990) menambahkan bahwa bahasa dapat menjadi :
1. Alat untuk mengngkapkan pikiran dan maksud tertentu.
2. Untuk alat berkomunikasi dengan orang lain.
3. Dipakai untuk membuka lapangan rohaniah yang lebih tinggi tarafnya.
4. Bahasa juga dipakai untuk mengembangkan fungsi-fungsi tanggapan, perasaan, fantasi, intelek, dan kemauan.

Menurut Hurlock (1978) komunikasi berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan. Pertukaran tersebut dapat dilaksanakan dengan setiap bentuk bahasa seperti : isyarat, ungkapan emosional, bicara, atau bahasa tulisan, tetapi komunikasi yang paling umum dan paling efektif dilakukan dengan bicara.
Perbedaan Pemerolehan Bahasa dan Belajar Bahasa
Pemerolehan bahasa dan belajar bahasa merupakan dua hal yang berbeda.
Berikut ini adalah perbedaan diantara keduanya, yaitu:
1. Pemerolehan Bahasa.
a. Proses peraihan bahasa dibawah sadar
b. Prosesnya tanpa kompetensi tentang aturan´ bahasa;
c. Berlangsung di masyararakat;
d. Sifatnya alami dan berlangsung informal;
e. Merujuk akan tuntutan komunikasi;
f. Konsekuensinya sosial (berkaitan dengan masyarakat/ lingkungan tempat tinggal)
2. Belajar Bahasa.
a. Dilakukan secara sadar;
b. Kompetensi merupakan modal untuk menggunakan bahasa yang dipelajari;
c. Berlangsung di kelas;
d. Sifatnya formal;
e. Merujuk akan tuntutan edukatif (pembelajaran)
f. Konsekuensinya berupa pengetahuan.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu biologis, kognitif,dan lingkungan
1. Evolusi Biologi
Evolusi biologis menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup. Selain itu, adanya periode penting dalam mempelajari bahasa bisa dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969).
2. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman sensasi nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, ³lapar ya.. mau makan?´
3. Lingkungan Luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang- orangdisekitarnya.
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk menghasilakan kemampuan berbahasa maksimal. Orang tua, khususnya, harus memberikan stimulus yang positif pada pengembangan keterampilan bahasa pada anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik dan mendidik, berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut dapat menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika anak distimulus secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara positif pula.
Telah disebutkan beberapa kali bahwa kemampuan anak dalam berbahasa
tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain dipengaruhi oleh beberapa kondisi (Hurlock, 1978), yaitu :
1. Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar bahasa ketimbang anak yang tidak sehat, karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok social dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
2. Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar bahasa lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbanganak yang tingkat kecerdasannya rendah.
3. Keadaan sosial ekonomi
Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih mudah belajar berbahasa, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan mengenal bahasa dan lebih banyak dibimbing untuk melakukannya.
4. Jenis kelamin
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih tertinggal dalam belajar berbicara dan mempelajari kosakata. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.
5. Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan semakin kuat motivasi anak untuk belajar bahasa, dan ia akan semakin bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk belajar.
6. Dorongan
Semakin banyak anak didorong untuk berbicara mengenal kosakata dengan mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, maka akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya
7. Ukuran keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya memiliki kemmapuan berbahasa lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.
8. Urutan kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar bahasa ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.
9. Metode pelatihan anak
Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa ³anak harus dilihat dan bukan didengar´ merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.
10. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembanganbahasa terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka.
11. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk belajar bahasa.
12. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai kemampuan berahasa lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya, bicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mental.
Perbedaan antara Bahasa Manusia dengan “komunikasi hewan”
Ada beberapa hal yang membedakan antara bahasa (language) dengan tindakan-tindakan penyampaian pesan lainnya, seperti: tangisan bayi, gonggongan anjing, dan tarian lebah atau yang biasa dikenal dengan “waggle dance”. Terdapat beberapa pendapat mengenai perbedaan-perbedaan ini. Yang pertama adalah yang disampaikan oleh Nan Bernstein Ratner dkk. Menurutnya ada beberapa karakteristik khusus yang hanya terdapat pada bahasa manusia. Karakteristik tersebut antara lain:
1. Bahasa manusia memiliki hierarchical structure. Pesan (dalam bahasa manusia) dapat dibagi kedalam unit-unit analisis yang lebih kecil. Bahasa manusia memiliki sifat infinite creativity. Pengguna bahasa dapat menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat dalam bahasa mereka tanpa terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan hewan yang hanya dapat menghasilkan bahasa secara terbatas. Bahasa manusia dapat mengungkapkan pengalaman pengguna bahasanya meskipun pengalaman tersebut bersifat abstrak. Hal ini tidak terdapat dalam bahasa hewan. Mereka hanya dapat mengungkapkan hal-hal yang terdapat di depan mereka. Jika bendanya tidak ada, maka mereka (hewan) tidak dapat menyampaikan pesan yang sama.
2. Bahasa merupakan sebuah rule-governed system of behavior. Dalam tangisan bayi atau gonggongan anjing tidak ada salah dan benar. Anjing dapat menggonggong semau mereka. Namun, dalam bahasa manusia ada sistem-sistem tertentu yang membuat sebuah kata/kalimat dapat diterima atau ditolak. Sistem ini menjadikan bahasa dapat dipelajari dan digunakan sevara konstan (Ronald Wardhaugh, hal. 3). Terdapat dua macam sistem dalam bahasa yaitu: sistem bunyi dan sistem arti (the system of sounds and the system of meanings).
3. Bahasa bersifat arbitrary. Bahasa Inggris, seperti bahasa-bahasa lainnya, memiliki konvensi mengenai penempatan kata dalam kalimat. Aturan-aturan inilah yang bersifat arbitrary; tidak ada alasan yang riil mengapa bahasa Inggris membutuhkan konvensi-konvensi gramatikal tertentu. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris Noun Phrase harus mendahului Verb Phrase dan objek mengikuti Verb Phrase(biasanya disebut S-V-O word order), meski tidak semua kalimat dalam bahasa Inggris mengikuti kaidah ini. Selain dalam aturan penyusunan kata dalam kalimat, kearbitarian bahasa juga dapat dilihat dalam kata itu sendiri. Sebagai contoh, tidak ada alasan mengapa ‘sebuah pohon’ disebut ‘tree’ dalam bahasa Inggris, dan tentu saja hal ini juga berlaku untuk bahasa-bahasa lainnya.
Para peneliti di bidang kebahasaan telah lama meneliti komunikasi yang terjadi diantara para binatang untuk mencari tahu pebedaan antara bahasa manusia dengan bahasa bintang, atau dengan kata lain untuk mencari tahu karakteristik yang hanya terdapat dalam bahasa manusia. Meskipun lebah, burung, lumba-lumba, dan primata lain selain manusia dapat menyampaikan atau bertukar pesan dianara mereka, namun mereka sangat bergantung kepada konteks atau bergantung kepada rangsangan (stimulus dependent).
Perbedaan dan ke-Universalan Bahasa
Bahasa-bahasa yang terdapat di seluruh dunia memiliki beberapa perbedaan dan persamaan. Pada umumnya, perbedaan dalam bahasa dapat dilihat dengan jelas pada susunan/bentuknya: Sistem bunyi yang dimiliki masing-masing bahasa berbeda, aturan pembentukan kata dalam kalimat dan lexical inventories, serta aturan penyusunan bagian-bagian kalimat
. Perbedaan besar yang terdapat dalam setiap bahasa inilah yang membuat beberapa ahli bahasa tertarik untuk mencari persamaan-persamaan dalam kebahasaan (linguistic universals) atau ciri-ciri yang tetap (constant features) yang mungkin memberi ciri bahasa-bahasa, penggunaannya, dan pemerolehannya. Teori yang mendukung ke-Universalan bahasa adalah teori Universal Grammar yang dikemukakan oleh Noam Chomsky.
Perbedaan Language and Speech
Perbedaan antara language dan speech dapat dipahami dengan melihat perbandingan antara program komputer dengan, misalnya, printer. Saat kita ingin untuk berkomunikasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pesan kedalam kata-kata dan kalimat yang dapat menyampaikan maksud/pesan kita. Proses iniah yang disebut bahasa (language). Tahapan kedua adalah menerjemahkan bahasa kedalam sensor motorik yang mengatur articulator, selanjutnya menghasilkan speech. “Speech refers to the actual process of making sounds, using such organs and structures as the lungs, vocal cords, mouth, tongue, teeth, etc.”


DAFTAR PUSTAKA
Blumenthal, Arthur L. (1970). Language and Psychology; Historical Aspects of Psycholinguistics. USA: John Willey and Sons, inc.
Gleason, Jean Berko, and Nan Bernstein Ratner (ed). Psycholinguistics. (1998). United States of America: Harcourt Brace College Publishers.
http://en.wikipedia.org/wiki/Language
Jakobovits, Leon A, and Murray S. Miron. (1967). Reading in the Psychology of Language. USA: Prentice Hall, inc.
Tarigan, Henry Guntur. (1986). Psikolinguistik. Bandung: Penerbit Angkasa.
www.asha.org/public/speech/development/language_speech.


KAJIAN MANDIRI
BEBERAPA KESALAHAN DALAM BERBAHASA ARAB
A. Pendahuluan
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang sangat populer dan sering sekali dipelajari oleh para pelajar, khususnya di Indonesia. Dalam perkembangan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia seringkali guru atau siswa – sebagai komponen utama dalam pembelajaran – mengalami berbagai kesulitan dan permasalahan pembelajaran, baik persoalan yang bersumber dari siswa maupun masalah-masalah yang dihadpi oleh guru, sehingga dapat menghambat pada ketercapaian tujuan pembelajaran dengan baik. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat banyaknya perbedaan-perbedaan sistem antara bahasa Arab sebagai bahasa kedua yang dipelajari dan sistem bahasa Indonesia yang sudah melekat erat pada diri siswa di Indonesia. Perbedaan-perbedaan itu dapat dilihat misalnya pada aspek fonem, gramatikal atau kaedah bahasa, sistem kosa kata, dan gaya bahasa (uslub).
Pengembangan pembelajaran bahasa memerlukan konsep yang valid dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan meramu dan mengadopsi dari berbagai disiplin ilmu. Teori-teori yang diperoleh kemudian diolah menjadi teknik, metode dan pendekatan atau bahkan menjadi teori baru yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran bahasa tersebut.
Di Indonesia, pembelajaran Bahasa Arab sebagai bahasa kedua (second language) sangat marak bahkan menjadi salah satu mata pelajaran wajib, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, khususnya pada sekolah atau lembaga pendidikan Islam yang berada dibawah naungan Kementrian Agama Republik Indonesia. Materi bahasa merupakan objek kajian dari linguistik.
Pembelajaran bahasa juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya sebagai proses yang berkenaan dengan mental (otak). Oleh karena itu dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, termasuk juga dalam pembelajaran bahasa Arab, maka studi kebahasaan (linguistik) perlu dilengkapi dengan studi antardisipliner, khususnya antara linguistik dan psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
B. Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab
1. Pengertian Psikolinguistik
Secara etimologi Psikolinguistik terbentuk dari dua kata psikologi dan linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda-beda dan masing-masing berdiri sendiri dengan metode dan prosedur yang berlainan. Secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa, sedangkan linguistik diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya
Psikologi berasal dari berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berati “ilmu jiwa” atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Psikologi yang diartikan sebagai ilmu jiwa berlaku ketika Psikologi berada atau menjadi bagian dari filsafat, bahkan pada tahunlima puluhan, dalam kepustakaan Indonesia ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa dianggap kurang tepat, karena psikologi memang tidak secara langsung meneliti jiwa, roh atau sukma .
Dalam perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan orientasi dan objek kajian dari psikologi. Psikologi lebih menekankan kajiannya pada sisi-sisi manusia yang bisa diamati, seperti tingkah laku dan sikapnya. Hal ini terjadi karena mengingat bahwa jiwa -yang menjadi objek kajian pada awal pertumbuhan psikologi- bersifat abstrak, sementara objek kajian ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi.
Berkaitan dengan ini, Secara rinci Bruno mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang saling berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental, dan, ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme. Dengan demikian pengertian psikologi telah mengalami perkembangan dan mengalami pergesaran objek kajian, sehingga mencakup pada objek yanbstrak (ruh dan mental) serta objek yang bersifat konkrit yaitu tingkah laku yang dianggap sebagai manifestasi dari kondisi jiwa dan mental.
Para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat jasmaniah yaitu pada ranah psikomotor dan yang bersifat rohaniah yakni ranah kognitif dan afektif. Tingkah laku psikomotor bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, mebaca dan sebagainya. Sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif bersifat tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, dan berperasaan. Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang prilaku manusia baik yang tampak (bersifat jasmaniah) maupun yang tidak tampak (rohaniah).
Adapun mengenai definisi dari Linguistik, banyak para ahli yang berusaha memberikan rumusan, diantaranya Andre Martinet mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Abdul Chaer juga memberikan pengertian yang simpel dengan mengartikan Linguistik sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa, seluk beluk bahasa dan karakteristiknya, khusunya bahasa yang dipakai oleh manusia, baik berupa bahasa lisan maupun tulisan.
Sehubungan dengan Psikolinguistik, yang merupakan studi antardisipliner antara psikologi dan linguistik, banyak sekali definisi-definisi yang telah diberikan oleh para ahli. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik.
Aitchison dalam Darji Wijdojo berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda (otak). Sementara Jhon Field mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’.
Secara lebih rinci Chaer berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Samsunuwiyati Mar’at menyebutkan bahwa Levelt membagi Psikolinguistik kedalam tiga bidang utama, yaitu :
a. Psikolinguistik umum yaitu suatu studi mengenai bagaimana pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa.
b. Psikolinguistik Perkembangan yaitu suatu psikologi mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa pertama (bahasa ibu ) maupun bahasa kedua.
c. Psikolinguistik Terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehiupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang membahas tentang seluk beluk bahasa, hubungan antara bahasa dan otak serta proses pemerolehan bahasa dan struktur kaedah bahasa tersebut. Psikolinguistik merupakan studi tentang struktur mental yang terjadi dalam proses akuisisi dan penggunaan bahasa. Kajian terhadap aspek Psikolinguistik dalam perolehan bahasa kedua telah menonjol dalam SLA (Second Langauage Acuitition) dantelah melahirkan banyak model akuisisi. Ada beberapa isu utama yang berkaitan dengan aspek psikolinguistik dalam bahasa antara; transfer bahasa pertama, peran kesadaran, operasi pengolahan, dan strategi komunikasi.
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat ketika tiga orang linguis dan tiga orang psikolog berkumpul untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Namun secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 dalam buku Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok yang berjudul Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan .
Pada awalnya disiplin ilmu ini dikenal sebagai linguistik psycology dan ada juga yang menyebutnya sebagai psycology of language. Kemudian dengan adanya penelitian yang lebih sistematis dan terarah maka lahirlah satu disiplin ilmu yang kemudian dipatenkan dengan sebutan Psikolinguistik.
2. Ruang Lingkup Psikolinguistik
Sebagai disiplin ilmu baru yang berdiri sendiri, Psikolinguistik memiliki scope kajian atau ruang lingkup pembahasannya. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata,dkk. menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa)
Sejalan dengan pendapat di atas, Field juga menjelaskan bahwa ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, and frst language acquisiton ‘(pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, dan pemerolehan bahasa pertama).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka sekalipun ada sedikit perbedaan mengenai scope dari Psikolinguistik, namun dapat ditemukan titik persamaan bahwa ruang lingkup Psikolnguistik adalah meliputi hubungan antara bahasa dan otak, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, pemerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, dan proses pengkodean.
Sedangkan mengenai pokok bahasan dari Psikolinguistik, Chaer mengemukakan bahwa bahasan psikolinguistik mencakup antara lain :
a. Apakah hakekat bahasa, komponen-komponen bahasa dan sesuatu yang harus dimiliki seseorang agar mampu berbahasa ?
b. Bagaimana bahasa itu lahir?
c. Bagaimana bahasa pertama diperoleh ?
d. Bagaimana proses penyusunan kalimat ?
e. Bagaimana bahasa itu tumbuh dan mati ?
f. Bagaimana hubungan bahasa dengan pemikiran ?
g. Mengapa seseorang mengalami gangguan berbicara dan bagaimana cara menyembuhkannya ?
h. Bagaimana cara memperoleh hasil yang baik dalam pembelajaran bahasa ?
3. Pembelajaran Bahasa Arab
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain pembelajaran mengacu kepada pengertian suatu aktifitas (proses) belajar mengajar yang sistematis dan terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen tersebut tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling tergantung, komplementer dan berkesinambungan.
Sementara itu Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pengajaran (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan kepada peserta didik.
Jadi, dapat disimpukan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang terdiri dari dua unsur, yakni belajar dan mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat terpisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran dan yang belajar (peserta didik), sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru (pengajar). Sedangkan pembelajaran bahasa Arab berarti proses belajar mengajar melalui transfer ilmu pengetahuan dengan materi ajar berupa bahasa Arab.
Dalam konteks pembelajaran bahasa, dikenal dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu naturalistik dan formal. Tipe pembelajaran bahasa naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan bahkan tanpa kesengajaan dan pembelajaran berlangsung di dalam lingkungan masyarakat. Sedangkan pada tipe formal pembelajaran berlangsung di kelas, dengan adanya guru, materi, alat-alat bantu dan komponen-komponen pembelajaran yang sudah dipersiapkan.
Selayaknya, pembelajaran bahasa Arab secara formal akan lebih efektif dan hasil yang diperoleh akan jauh lebih baik dari pada tipe naturalistik. Karena pembelajarn formal dilakukan secara terencana dan sistematis. Namun, kenyataan yang sering terjadi, termasuk yang banyak ditemui di Indonesia, hasil pembelajaran bahasa Arab secara formal kurang menggembirakan. Untuk itu, dipandang sangat perlu untuk melakukan kajian dan analisa guna mengidentifikasi faktor-faktor penghambat keberhasilan dalam belajar bahasa tersebut dan dilakukan perbaikan-perbaikan yang semestinya.
4. Masalah-masalah dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Dalam dunia pendidikan siswa merupakan subjek. Karena itu, siswa dianggap sebagai organisme yang beraktifitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Arab pun ditujukan untuk mencapai dan memperoleh keterampilan berbahasa (istima`, kalam, qiraah, dan kitabah) pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara utuh. Hal ini karena kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) pasti akan melibatkan ketiga ranah tadi.
Menurut Chaplin, seperti yang dikutip oleh Muhibbin Syah , ranah kognitif berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa, dan merupakan ranah terpenting sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya.
Sedangkan afektif adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Adapun Psikomotor adalah ranah Psikologi yang berupa segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka.
Dalam beberapa kasus, sering ditemui beberapa contoh kesalahan yang sering terjadi pada pelajar bahasa Arab yang non Arab ketika mereka mulai berbicara dan berbahasa Arab. Kesalahan-kesalahan ini dilatarbelakangi oleh bberapa faktor, baik faktor internal siswa, seperti motivasi, waswas dan sebagainya, baik faktor dari luar siswa, seperti guru, lingkungan, dan bahkan bahasa itu sendiri.
Klasifikasi kesalahan, contoh-contoh kesalahan dan faktor kesalahan yang terjadi secara lebih rinci dapat terlihat dalam tabel berikut :
Tebel. 1
Bentuk – bentuk Kesalahan dan Faktor Penyebabnya
No. Jenis Kesalahan Contoh Kesalahan Seharusnya Faktor Kesalahan.
1. Kesalahan fonem (bunyi) مسر
تيب مصر طيب. Adanya غموض (ambigu) untuk membedakan bunyi huruf yang berdekatan
2. Kesalahan leksikal في الشهر المستقبل
تقدموا تقدما كثيرا في الشهر المقبل.
تقدموا تقدما كبيرا Ketidak fahaman terhadap makna dan penggunaan kata yang berdekatan arti
3. Kesalahan gramatikal في القرن العاشرة
ازدهر الحضارة في القرن العاشر
ازدهرت الحضارة Kurang memahami kaedah bahasa secara benar.
4. Kesalahan pada gaya bahasa (uslub)
نكتفي إلى هنا (cukup sampai di sini)
ذهبا من البيان أعلاه (berangkat dari keterangan di atas)
اشتريت كتابا – كتابا (saya membeli kitab-kitab)
نكتفي بهذا (cukup sampai di sini)
إنطلاقا من البيان أعلاه (berangkat dari keterangan di atas)
اشتريت كتبا (saya membeli kitab-kitab) Dipengaruhi oleh bahasa pertama (L1) sehingga terjadi negative transfer serta interferens bahasa dalam belajar bahasa kedua (L2).
Adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pelajar bahasa Arab, seperti yang tergambar pada tabel di atas, dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik , diantaranya adalah :
a. Kesalahan dalam pemilihan strategi pembelajaran, yaitu hanya memfokuskan pada penghafalan kosa kata dan kaidah bahasa tanpa memperdulikan terhadap fungsi dan penggunaan kata baik dalam lisan maupun tulisan. Hal ini dapat mengakibatkan pada :
1) Siswa sukar melafalkan dan membedakan suara huruf-huruf yang berdekatan, seperti ح dan هـ, ت dan ط.
2) Cenderung melakukan generalisasi dalam kaedah bahasa, seperti menjamak kan semua kata dengan bentuk jamak qiyasi (muzdakkar salaim atau muannats salim), contoh رَجل menjadi رَجلون seharusnya رجال.
b. Intervensi bahasa, yaitu pengaruh dari bahasa pertama terhadap bahasa kedua (Arab), baik pada aspek suara, intonasi, gaya bahasa dan susunan kalimat. Penguasaan kosa kata aktif dalam bahasa Arab yang sangat terbatas, sehingga sering mengakibatkan pencampuradukkan dan penggunaan beberapa kata atau istilah dari bahasa pertama ketika menggunakan bahasa Arab, sebagai bahasa kedua
c. Di samping itu, terkadang penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya disebabkan kesaratan beban mental pada siswa yaitu perasaan waswas, takut salah, ragu-ragu dan sebagainya ketika berbicara, atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik pembicaraan.
Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat diklasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa intervensi bahasa dan perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai kosa kata aktif, materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesalahan pemilihan strategi pembelajaran, kesukaran melafalkan kata dan generalisasi kaedah bahasa berkaitan dengan ranah psikomotor.
Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab sangat penting. Peranan Psikolinguistik itu nampak diantaranya saat dilakukan upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor kegagalan dan kesalahan siswa dalam belajar bahasa Arab serta dapat juga digunakan sebagai alat untuk memecahkan maslah-masalah dan persoalan (problem solving) yang timbul pada konteks pembelajaran bahasa Arab.
5. Upaya-upaya dalam Memecahkan Masalah Pembelajarn Bahasa Arab
Tujuan umum pembelajaran bahasa Arab, yaitu agar siswa mampu menggunakan bahasa Arab yang baik dan benar, baik secara lisan ataupun tulisan. Agar siswa dapat berbahasa Arab yang baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidah-kaidah bahasa Arab yang baik. Kaidah-kaidah bahasa Arab dapat dipelajari dalam Nahwu dan Sharraf. Namun untuk dapat menggunakan bahasa Arab secara lancar dan komunikatif siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa Arab, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa Arab dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab.
Guru merupakan subjek dalam proses belajar mengajar, (sebagai fasilitator, informer, maupun sebagai pembimbing) menjadikan siswa tuntas ber-bahasa. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Tugas utama seorang guru adalah menyusun materi pelajaran dan menyampaikannya dengan cara yang tepat. Guru yang cerdas, rajin, kreatif dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi psikis dan lingkungan siswa akan lebih berhasil dari pada guru yang tidak peka terhadap keadaan siswanya.
Dalam pembelajaran bahasa Arab, maka tugas utama guru bahasa Arab adalah mengembangkan kompetensi komunikasi, mengembangkan kompetensi linguistik, dan mengembangkan kompetensi personal. Mengembangkan kompetensi komunikasi bertujuan agar siswa berani dan mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Arab, dengan temannya ataupun si pemilik bahasa itu sendiri (orang Arab), baik secara reseptif maupun produktif.
Keberhasilan dalam belajar bahasa Arab banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar faktor-faktor itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu internal atau faktor dari dalam siswa (masuk dalam wilayah psikolinguistik) dan faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa, seperti faktor lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah, faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial dan etnis. Siswa yang sehari-hari berada di lingkungan yang menggunakan bahasa Arab, tentu akan lebih berhasil dari pada siswa lain yang sehari-harinya tidak berbahasa Arab.
Untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab, harus dikaitkan dengan status bahasa itu sendiri. Dengan mengetahui status, jumlah penutur dan bahasa yang dikuasai siswa, pengembang kurikulum, dapat membuat persiapan dengan baik.
Di Indonesia ada tiga macam bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasioanal dan bahasa resmi Negara. Bahasa daerah yaitu bahasa ibu atau bahasa yang sering digunakan sehari-hari oleh siswa ketika berinteraksi dengan masyarakat setempat. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang berasal dari negara lain, digunakan dalam interaksi atau kegiatan ilmiah. Bahasa Arab termasuk dalam kategori bahasa asing ini.
Dengan memahami status bahasa, peran bahasa di tengah penuturnya dan tujuan yang diinginkan oleh para siswa, maka perencanaan dan pengembangan kurikulum, pengajar bahasa, program pengajaran formal, buku teks dan seleksi siswa dapat dipersiapkan secara matang guna mencapai tujuan akhir yang diharapkan.
Masalah Psikolinguistik ini, tidak sulit jika masih dalam satu rumpun. Bila kedua bahasa tersebut berbeda rumpun masalahnya akan sangat sulit, karena kedua bahasa itu memiliki struktur fonetis, morfologis dan sintaksis yang berbeda.
Pengajaran bahasa Arab secara formal dimulai dari sekolah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Ketika masyarakat Indonesia mempelajari bahasa Arab, mereka sudah menguasai pola bahasa Indonesia. Kebiasaan penggunaan pola bahasa Indonesia ini akan menjadi kendala dalam pembelajaran bahasa Arab. Pembelajaran bahasa Arab menjadi sulit, karena terdapat perbedaan pola-pola bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
Dalam bidang fonologi, masyarakat Indonesia multicultural, memiliki beraneka dialek yang berbeda pola fonologis, intonasi dan nada bacaannya dengan bahasa Arab. Sehingga dalam menyalin dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab, sebagian besar siswa menggunakan pola yang terdapat dalam pola bahasa Indonesia. Seperti suara huruf د (zdal) disamakan dengan “d”, ع (`ain) disamakan dengan “a”, ش (syin( disamakan dengan “s”, dan sebagainya. Kesalahan pola fonetik semacam ini dapat berpengaruh pada kesalahan siswa dalalm melafalkan bahasa, bahkan terkadang dapat menyebabkan perubahan makna leksikan dan pengaburan arti.
Untuk mengatasi berbagai kesulitan seperti pada paparan di atas, dapat diambil beberapa langkah atau pola penyelesaian dalam rangka memperoleh hasil pembelajaran bahasa Arab yang lebih baik. Pola-pola tersebut di antaranya :
a. Analisis kontrastif, yaitu dengan membandingkan pola yang terdapat dalam bahasa pertama dengan pola yang terdapat dalam bahasa kedua. Pola yang berbeda sering diberi latihan, sedangkan pola yang mirip atau sama cukup diberi latihan sekedar saja. Linguistik kontrastif beranggapan bahwa penguasaan suatu bahasa tidak lain dari pembentukan kebiasaan, maka butuh latihan terus menerus sehingga terbentuk kebiasaan seperti ketika mempelajari bahasa pertama.
b. Pemilihan Metode Pengajaran yang tepat
Untuk mengajarkan bahasa Arab, pilihlah metode yang cocok dan tepat baik karena dapat membangkitkan stimulus-respon siswa, dan kreativitas dalam dengan materi bahasa. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa, seperti metode langsung, alamiah, psikologis, fonetik, membaca, tata bahasa, terjemah, terjemah-tata bahasa, dan sebagainya. Di samping itu dalam sejarah pembelajaran bahasa juga dikenal sebuah metode dengan nama American Army Method, yang lahir di markas militer Amerika untuk keperluan ekspansi perang. Metode ini danggap sangat efektif dalam pembelajaran bahasa.
Ada juga metode Audiolingual dan Audio visual yang lahir dengan menggunakan pendekatan linguistik. Metode ini juga sangatmengembangkan proses berbahasa, serta mampu untuk membangkitkan kerja semua bagian otak.
c. Pemberian motivasi dan dorongan secara kontinu terhadap siswa, karena dalam pembelajaran bahasa kedua diyakini bahwa orang yang memiliki motivasi dan dorongan yang kuat pada dirinya akan jauh lebih berhasil dibandingkan orang yang kurang memiliki motivasi dan dorongan dalam belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Duways, Rasyid bin Abdurrahman, Muzdakkiroh Al-Taqabul Al-Lughowi wa Tahlil al-Akhta`, karya, tidak dipublikasikan.
Chaer, Abdul, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta : PT. Renika Cipta, 2003.
Dardjowidjojo, Soenjono, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Djamarah, Bahri, Syaiful & Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996.
Mar’at, Samsunuwiyati, Psikolinguistik – Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009.
Martinet, Andre, Ilmu Bahasa: Pengantar (terjemahan Rahayu Hidayat), Yogyakarta: Kanisius. 1987.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, Bandung: Rosdakarya, 1995.
Yudibrata, Karna; Andoyo Sastromiharjo; dan Kholid A. Harras. Psikolinguistik. Jakarta: Depdikbud PPGLTP,.1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar