Selasa, 21 Juni 2011

pengembangan kurikulum

ABSTRAK

Tulisan ini mengupas tentang sejumlah persoalan klasik yang hingga kini masih menjadi sederet potret buram merosotnya mutu pendidikan  di Indonesia. Dilatarbelakangi dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, dilihat dari segi merosotnya kualitas SDM ( Sumber Daya Manusia ), Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia, dan terjadinya dikotomisasi pendidikan Umum dan Pendidikan Agama merupakan catatan tumpukan persoalan pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, penulis menilai bahwa perlu diadakan tinjauan ulang terkait system pendidikan di Indonesia, bersandar kepada tujuan pendidikan yang sesungguhnya bahwasanya pendidikan merupakan proses untuk mengkonstruksi peserta didik menjadi insan kamil, sehingga dalam konteks ini, system pendidikan masa kini di Indonesia belum mampu melakukan pencapaian pada tujuan pendidikan di atas.
Penulis melihat bahwasanya kemajemukkan Indonesia sebagai salah satu  negara muslim terbesar di dunia, menjadikan representasi Indonesia layak menjadikan pendidikan Islam sebagai kiblat dari  system pendidikan di Indonesia dengan meniadakan adanya dikotomisasi pendidikan di Indonesia. Sehingga tujuan untuk membentuk insan kamil atau manusia yang paripurna baik dalam aspek pola piker maupun pola sikap bisa terealisir.
Adapun tulisan ini bersifat artikel Ilmiah, yang sifatnnya menyajikan suatu gambaran nyata bahwa terjadi kemunduran output pendidikan di Indonesia, sehingga dibutuhkan solusi yang revolusioner untuk mengatasinya.
Dari hasil artikel ilmiah pembaca dapat mengetahui gambaran nyata pendidikan saat ini, dan pembaca mampu melihat solusi alternative atas permasalahan diatas, dengan membangun paradigm untuk mengkonspe kembali pendidikan Islam di Indonesia.




















BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
      Mempersoalkan krisis pendidikan di Indonesia, diakui atau tidak dunia pendidikan di tanah air terus menimbun berbagai masalah. Meski telah berganti aparat birokrat dan orde pemerintahan, dunia pendidikan tak kunjung lepas dari sejumlah permasalahan klasik, diantaranya mutu pendidikan Indonesia yang kian merosot dalam 60 tahun terakhir. Menurut hasil penelitian sebuah lembaga konsultan di Singapura (The Political and Economic Risk Consultancy/PERC) September 2001, sistem pendidikan Indonesia berada di urutan 12 dari 12 negara Asia, bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara itu, hasil penilaian program pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2002 menunjukkan kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke 109 dari 174 negara, atau jauh dibandingkan dengan Singapura menduduki urutan ke-24, Malaysia menduduki urutan k e-61, Thailand urutan ke-76 dan Filipna urutan k-77 (satunet.com).[1]
Menurut Peneliti Human Depolomment Indek (HDI), pada tahun 2004 pendidikan di Indonesia menduduki urutan ke-111dari 175 negara. Problem terjadi disana-sini, tidak hanya masalah kualitas pendidikan yang merosot tetapi juga mahalnya biaya pendidikan di Indonesia serta diperparah dengan kebijakan pemerintah yang mengesahkan UU BHP (Undang-undang Badan Hukum Pendidikan) pada tanggal 17 Desember 2008(Pikiran Rakyat,17/12/08). Artinya semakin menyempurnakan lepasnya tanggung jawab Pemerintah dalam pengurusan pendidikan warga negaranya. Kualitas sumber daya yang rendah, yang dihasilkan dari konsep pendidikan di Indonesia melengkapi “potret buram”kondisi pendidikan di Indonesia yang menyedihkan.
      Kondisi demikian, sepatutnya membuat kita prihatin dengan konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia yang kontradiksi dengan cita-cita bangsa Indonesia yang menginginkan kualitas penididikan yang bermutu, serta dapat menghasilkan sumber daya  manusia yang berkompeten demi membangun peradaban sebuah negara yang  di cita-citakan.Atas segala macam problematika pendidikan yang ada di Indonesia,  menjadikan  alasan penulis untuk mengangkat judul”Mengonsep Kembali Pendidikan Islam”yang merupakan solusi fundamental untuk sebuah peradaban negara yang baik.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana fakta pendidikan ?
2.      Bagaimana deskripsi  konsep pendidikan  Islam ?

C. Tujuan
1.      Menghasilkan deskripsi tentang fakta pendidikan saat ini
2.      Menghasilkan deskripsi tentang konsep pendidikan  Islam.


















BAB II
PEMBAHASAN

A. Fakta Pendidikan saat ini
      Miris rasanya, ketika kita melihat potret buram pendidikan di Indonesia yang sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dengan negara-negara lain.Hal ini setidaknya dapat dilihat dari: Pertama, paradigma pendidikan nasional yang sekuler-materialistik sehingga tidak menghasilkan manusia yang berkualitas (pribadi dan keahliannya). Kedua, semakin mahalnya biaya pendidikan. Ketiga, rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan.
1.      Paradigma Pendidikan  Nasional
Diakui atau tidak pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem penidikan yang sekuler-materialistik.Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan akademik               profes i,  advokasi, keagamaan, dan khusus.[2]
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti gagal melahirkan manusia shaleh yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan  sains dan teknologi.
Secara kelembagaan , sekulerisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelolah oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan,serta perguruan tinggi umum yang dikelolah oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembngan ilmu-ilmu kehiuppan (IPTEK) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter peserta didik yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekedar sebagai salah satu aspek yang peranya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek.
Hal ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang ketentuan kurikulum pendidikan dasar dan menegah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proporsional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang  pelajaran yang lainnya. Ini jelas tidak akan mampu mewujdkan peserta didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritul keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,dan negaranya. Kacaunya kurikulum ini tentu saja berawal dari asasnya yang sekuler, yang keudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses penguasaan tsaqafah Islam dan pembentukan kepribadian Islam.
Pendidikan yang sekuler-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqafah Islam.Realitasnya di Indonesia, berapa banyak lulusan pendidikan umum yang“buta agama“ dan rapuh kepribadiannya?Sebaliknya,mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai tsaqafah Islam dan secara relatif  sisi kepribadiannya tergarap baik.Akan tetapi,di sisi lain , ia buta terhadp perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern ( Industri manufaktur,perdagangan,dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, Depag), tidak mampu terjun di sektor modern.
Tidak hanya itu dampak lain dari sistem pendidikan Indonesia yang  sekular-materialistik adalah manusia-manusia sekular yang hidup dengan prinsip-prisip sekular. Dan terealisasi pada sikap para pejabat dan penyelenggara negara yang berkhianat terhadap rakyat, yang dengan bangganya membelanjakan uang negara demi kepentingan pribadinya.
Sistem pendidikan yang material-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Dalam sistem sekular, aturan-aturan, pandangan, dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunkan untuk menata berbagai bidang,termasuk bidang pendidikan. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yng jauh dari nilai-nilai agama.
2.                                              Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan kecuali tidak bersekolah. Untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,- bahkan ada yng memungut diatas 1juta.Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Bahkan biaya pendidikan di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta pun semakin mahal,sebagai contoh realitas yang ada di salah satu perguruan tinggi  di Indonesia yakni IPB yang menetapkan biaya SPP reguler untuk SI tahun ajaran 2007/2008 sebesar 3,25 juta/semester (Al-Wai’ie,1/05/07). Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan bagian dari MBS disyaratkan adanya unsur pengusaha. Sehingga ketika Komite Sekolah terbentuk, segala dana yang  dipungut  dari peserta didik yang berkedok “sesuai keputusan Komite Sekolah“ , pada implementasinya tidaklah transparan karena yang dipilih menjadi anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalah pendidikan.
Kondisi ini diperburuk dengan disahkannya RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan) pada 17 Desember 2008 (Pikiran Rakyat,17/12/08), sehingga dengan disahkannya semakin menyempurnakan lepasnya tanggung jawab Pemerintah dalam pendidikan warga negaranya. Undang-undang ini, melengkapi UU Sidiknas yang juga sudah disahkan sebelumnya.kedua Undang-undang ini pada hakikatnya dengan satu tujuan yakni pelepasan tanggung jawab Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam penyelenggaraan pendidikan warga negaranya, sekaligus membebankan sebagian atau keseluruhannya kepada rakyat. Padahal jelas pendidikan merupakan hak rakyat yang wajib diberikan Pemerintah secara cuma-cuma.Sebagaimana dijelaskan di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai sebuah produk hukum yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air ternyata tidak sepenuhnya ditaati Pemerintah. Pasal (5) dengan tegas menyebutkan:....negara menjamin setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Untuk mewujudkan itu, pasal (49) dinyatakan:Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.
Sangat ironis,jika melihat dampak dari disahkanya RUU BHP ini, berubahnya status pendidikan dari milik publik menjadi bentuk badan hukum yang wajib mencari sumber dana pendidikan akibat lepasnya subsidi Pemerintah atas biaya pendidikan. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri,dari SD hingga Perguruan tinggi.
 Jika alasanya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya murah,dan hal ini sangat berbeda implikasinya dengan di Indonesia, akibat kenaikan BBM dan inflasi di sektor moneter pada tahun 2005-2006 biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta menaikkan biaya pendidikan sebesar 5-10% persemester (Al-Wai’ie,1/05/07) .
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalanya siapa yang sehrunya membayarnya. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warga negranya memperoleh pendidikan dan menjamin akses bawah untuk mendpatkn pendidikan bermutu.Akan tetapi, kenyataanya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal katerbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk lepas tanggung jawab dari persolan pendidikan saat ini.
3.                                              Kualitas SDM Yang Dihasilkan Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang materialistik-sekuleristik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Maraknya tawuran antar remaja di berbagai kota ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang sudah tergolong kriminal, meningkatnya penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan bebas dalah bukti bahwa pendidikan tidak berhasil membentuk peserta didik  yang memiliki kepribadian Islam.
Dari sisi keahlian pun sangat juh jik dibandingkan dengan negara lain.Bersama dengan sejumlah negara ASEAN, kecuali Singapura dan Brunai Darussalam. Indonesia masuk dalam kategori negara yang indeks pembangunan manusia (IPM)-nya di tingkat medium.Jika dilihat dari indikator indeks pendiikan,Indonesia berada diatas Myanmar, Kamboja, dan Laos atau ada diperingkat 6 negara ASEAN. Bahkan indek pendidikan Vietnam-Yang pendapatan perkapitanya lebih rendah dari Indonesia-adalah lebih baik (Al-Wa’ie,1/07/05) .
Jika dibandingkan dengan India,sebuah negara dengan segudang masalah (kemikinan, kurang gizi, pedidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Berbekal penguasannya di dalam teknologi, khususnya teknologi informasi, negeri dengan jumlah penduduk lebih dari 1 miliar itu mempunyai target menjadi negara maju dan satu dari lima penguasa dunia pada tahun 2020, ini tak muluk-muluk jika kita menengok kekuatan pendidikannya. Meski negara ini masih bergelut dengan peroalan buta huruf dan pemerataan pendidikan dasar , India mempunyai sederet perguruan tinggi yang benar-benar menjadi pusat unggulan dengan reputasi Internasional dengan adanya perguruan-perguruan tinggi unggulan tersebut membuat pemerintahan India lebih serius membenahai pendidikan masyarakat bawah. Bahkan jika Indonesia masih dibayang-bayangi oleh pengusiran dan pemerkosan tenaga kerja yang tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India yang menduduki posisi bergengsi di pasar kerja Internasional. Sekitar 30 persen dokter di Amerika Serikat yang merupakan warga keturunan. Tidak kurang dari 250 warga India mengisi 10 sekolah bisnis di paling top di Amerika Serikat. Sekitar 40 persen pekerja Microsoft yang berasl dari India (Kompas,22/09/2004) .
Tidak hanya kualitas SDM rendah,pengganguran di negeri ini juga terus meningkat (Kompas,22/09/2006). Mengutip data Badan Pusat Statistik, menguraikan angk penggaguran lulusan Universitas di Indonesia telah mencapai sekitar 385.000 orang pada tahun 2005.
Berdasarkan peringkat universitas terbaik di Asia versi  majalah Asiaweek 2000, tidak satupun perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam peringkat 20 terbaik. UI berada di pringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin. UGM diperingkat 68, UNDIP peringkat 77, UNAIR di peringkat 75, sedangkan ITB di peringkat 1 untuk universitas sains dan teknologi, kalah dibandingkan dengan Universitas Naional Sains dan Teknologi Pakistan.
Walaupun angka partisipasi murni SD di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun meningkat dari 40 menjadi 100 persen, kualitasnya sulit dibanggakan. Kini puluhan ribu ank SD harus belajar di sekolah bobrok.Ironinya,sampai saat ini belum terjawab, bagaimana Pemerintah bisa menangani peroalan yang kasatmata tersebut; sementara masih banyak anak usia SD yang putus sekolah atau malah belum terjangkau sama sekali oleh pelayanan pendidikan.   
B. Konsep Pendidikan Islam
      Pada hakikatnya konsep pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma yang merupakan  sebuah sistem/kerangka berfikir yang paling mendasar bagi sebuah aspek kehidupan. Sedangkan paradigma(kerangka berfikir)Islam berupa pemikiran menyeluruh  tentang alam semesta, manusia dan kehidupan dunia, sebelum dunia dan kehidupan setelahnya serta keterkaitan (hubungan antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya).
            Paradigma pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam, karena pada dasarnya paradigma Islam merupakan sumber dari paradigma pendidikan Islam. Maka mustahil membangun paradigma pendidikan Islam tampa memperhatikan paradigma Islam terutama menyangkut hakikat hidup manusia yaitu sebagai hamba Allah yang membawa konsekuensi untuk senantiasa taat kepada syariat Allah SWT. Maka pada dasarnya  yang perlu dipahami.Pendidikan dalam Islam adalah sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi Islam. Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaanya sebagai khalifatullah yang berperan memakmurkan bumi dengan berbekal syariat Allah  serta akidah Islam sebagai ideologi yang diembannya, dengan berbekal syariat Allah, manusia diharapkan dapat menata kehidupannya dengan benar sesuai kehendak Allah serta  dengan penguasaan sains dan teknologi. Dan diharapkan manusia dapat memanfaatkan sebaik-baiknya dari sumber daya alam yang ada. Karenanya dalam konsep pendidikan Islam, pendidikan merupakan suatu sarana dalam rangka mewujudkan manusia yang berkepribadian Islam yakni menjadikan Islam sebagai asas bagi pemikiran dan kecenderungannya, menjadikan Islam sebagai kaidah berfikir sehingga menjadikannya sebagai tolak ukur bagi kesadarannya, pemahamannya maupun kecenderungannya.
      Adapun paradigma dasar bagi sistem pendidikan dalam kerangka konsep pendidikan Islam meliputi:[3]
1.      Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam . Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyyah (pola berfikir Islami) dan Nafsiyah Islamiyyah (pola sikap yang Islami).
2.      Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal shaleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Alqur’an mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh) .
3.      Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia serta meminimalisir buruknya.
4.      Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sutu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasullullah SAW. Merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia.Alqur’an menjelaskan bahwasanya“Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan hari akherat“.
Konsep Islam pun memandang bahwasanya pendidikan merupakan bagian yang sangat penting yang tak terpisahkan  dari sistem kehidupan Islam. Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan Islam, sistem pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan. Dan memberikan hasil bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, peserta didik (pelajar/mahasiwa) , manajemen, sruktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.
Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan ini didefinisikan Pannen dan Malati dalam buku Program Applied Approach (1996) sebagai proses transformasi atau perubahan kemampuan potensial individu peserta didik menjadi kemampuan nyata untuk meningkatkan taraf hidupnya lahir dan  batin. Proses pendidikan dapat terjadi dimana saja. Berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut, dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah diterapkan.
Selanjutnya, hasil pendidikan ini dikembalikan kepada supra sistem atau lingkungan. Di dalam lingkungan inilah, hasil pendidikan efektivitas dan efisiensi proses pendidikan yang berlangsung dapat dibuktikan. Dari hasil pendidikan ditambah interaksi dengan lingkungannya, sistem pendidikan memperoleh umpan balik yang dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan.
Dari gambaran diatas diketahui bahwa kesinambungan tujuan pendidikan dalam setiap jenjang pendidikan sekolah (formal) sangatlah penting, dan itu akan mempengaruhi kemampuan peserta  didik dalam menjalani proses pendidikan. Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan, penjabaran capaian tujuan pendidikan melalui kurikulum pendidikan, dengan guru/dosen dan budaya pendidikan yang mendukung menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Kurikulum pendidikan Islam sendiri sangatlah khas, unique. Tampak pada  asas dan tujuan yang ditetapkan pada struktur kurikulum  konsep pendidikan Islam.
1.      Asas Pendidikan.
Islam mewajibkan setiap muslim untuk memegang teguh ajaran Islam dan menjadikannya sebagai dasar dalam berfikir dan berbuat, asas dalam hubungan  antar sesama manusia, asas bagi aturan masyarakat, dan asas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk dalam menyusun sistem pendidikan.Penetapan akidah Islam sebagai asas pendidikan tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan terlahir dari akidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan akidah Islam sebagai standar  penilaian.Dengan kata lain, akidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan.
Alqur’an sendiri memuat pemikiran dan keyakinan dari berbagai agama dan golongan di masa Nabi SAW. Islam tidak melarang mempelajari segala macam pemikiran sekalipun bertentangan dengan akidah Islam, asal disertai koreksi dengan hujjah yang kuat untuk menumbangkan pendapat yang salah itu. Ilmu tentang pendapat-pendapat yang bertentangan dengan Islam tentu bukan sebagai suatu pengetahuan yang utama, melainkan semata-mata dipelajari untuk pengetahuan, menjelaskan kekeliruannya serta memberikan jawaban yang tepat.
Yang dilarang adalah mengambil pemikiran-pemikiran yang salah itu sebagai pegangan hidup. Teori evolusi Darwin misalnya, jelas bertentangan dengan akidah Islam. Perkembangan manusia tidak berawal dari primata (kera), tetapi , sebagaimana  keyakinan akidah Islam, manusia diciptakan oleh Allah dari tanah lalu mani. Dalam aspek sosial teori darwin mempengaruhi cara berpikir masyarakat bahwa yang terkuat akan bertahan dan menang, sesuai dengan prinsip seleksi alam (prinsip“survival for the fittest“) .Paham ini memberi andil tegaknya ideologi kapitalis/liberal. Dari sana tercetus gagasan bahwa hanya mereka yang berjuang secara bebas sajalah yang akan mampu mencapai kedudukan yang baik secara ekonomi dan sosial. Jadilah ia seorang machiavelis, manusia yang berprinsip tujuan menghalalkan segala cara.
Contoh lain yang bertentangan dengan akidah Islam adalah teori perkembangan (evolusi)  materi sebgaimana keyakinan kaum komunis. Menurut teori ini,materi berkembang dengan sendirinya, tidak ada faktor lain yang turut campur mengadakannya atau menumbuhkannya. Dalam bidang Biologi, dikenal dengan istilah generetio spontana, yaitu bahwa makhluk hidup (dalam hal ini organisme sel) tercipta dengan sendirinya, Tuhan tidak ada.
Pengetahuan mengenai ide-ide yang bertentangan dengan akidah Islam, seperti contoh-contoh tersebut diatas, tidak boleh diajarkan begitu saja karena kan berpotensi merusak  akidah. Kecuali disertai dengan penjelasan mengeni kesalahannya agar orang tidak meyakininya.
2.      Tujuan  Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi ideal dari objek didik yang akan dicapai, ke arah mana seluruh kegiatan  dalam sistem pendidikan di arahkan. sebagaimana pengertian dasar dari tujuan pendidikan. Maka dalam konsep pendidikan Islam, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk karakter manusia  yang meliputi:
Bekepribadian Islam (Syakhsiyyah Islamiyyah).
Tujuan yang pertama ini pada hakikatnya merupakan perwujudan dari konsekuensi seorang muslim, yakni bahwa sebagai seorang muslim ia harus memegang erat identitas kemuslimanya dalam seluruh aspek aktivitas hidupnya. Identitas itu menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir  (aqliyyah) dan bersikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.
Pada prinsipnya, ada tiga tingkah laku untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian Islam pada diri seseorang sebagaimana dicontohkan Rasullullah Saw. Pertama, menanamkan akidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode yang tepat, yakni yang sesuai dengan kategori akidah Islam sebagai akidah aqliyyah  (akidah yang keyakinanya dicapai melalui proses berpikir). Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan bertingkah laku diatas pondasi ajaran Islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqofah Islamiyyah (ilmu-ilmu Islam) dan memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media untuk memberikan dasar bagi pembentukan,peningkatan,pemantapan,dan pematangan kepribadian anak didik. Semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan (guru/dosen/kryawan, orang tua, masyarakat bahkan sesama peserta didik), termasuk semua kegiatan yang dilakukan baik kurikuler, ko-kurikuler, extra kurikuler maupun interaksi diantara komponen diatas harus diarahkan bagi tercapainya tujuan yang pertama ini.

Tujuan  yang kedua merupakan konsekuensi (lanjutan) dari kemusliman seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut ilmu.Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari sisi kewajiban menuntutnya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu a’in, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini  adalah ilmu-ilmu tsaqofah Islam, yakni pemikiran, ide dan hukum-hukum (fiqh)Islam, bahasa Arab, sirah nabawiyah, ulumu Al-Qur’an, ulumu al-Hadist dan sebagainya.Kedua adalah ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu kifayah , yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian dari umat Islam. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah sains dan teknologi serta berbagai keahlian, seperti kedokteran, pertanian, teknik dan sebagainya, yang sangat diperlukan bagi kemajuan material masyarakat.
Berkaitan dengan bahasa Arab sebagai bagian dari tsaqofah Islam, Rasullullah SAW telah menjadikan bahasa ini sebagai bahasa umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan. Karenanya setiap muslim,termasuk yang bukan  Arab sekalipun,wajib mempelajari bahasa Arab.Imam Syafi’i dalam kitab al-Risalah fi’ilmi Ushul menyatakan,“Allah SWT mewajibkan seluruh umat untuk mempelajari lisan Arab dengan tekun dan sungguh-sungguh agar dapat memahami kandungan Al-Qur’an dan untuk beribadah“.
Dorongan kuat agar setiap muslim mempelajari tsaqofah Islamiyyah di samping sains dan teknologi, membuktikan bahwa Islam membentengi manusia dengan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan seorang muslim,termasuk dalam tata cara berpikir, berkehendak, sehingga setiap tindakannya diukur dengan standar ajaran Islam. Hanya dengan itu setiap muslim memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju sesuai dengan arahan Islam.
Begitu pula bagi peserta didik, bahwasanya penguasaan tsaqofah Islam sangat penting karena merupakan sebuah kompetensi penguasaan ilmu yang terukur  secara kuantitatif. Penguasaan tsaqofah Islam  juga merupakan suatu pemahaman terhadap hukum-hukum syariat,dan merupakan pilar kecerdasan intelektual, spiritual. Emosional dan politik. Sehingga kecerdasan tersebut sangat penting untuk dikembangkan bagi peserta didik karena semua kecerdasan tersebut diperlukan dalam perjalanan hidup peserta didik yang memiliki peran dasar sebagai khalifah di muka bumi ini.
a.       Menguasai ilmu-ilmu terapan(pengetahuan,ilmu,dan teknologi/PITEK).
Menguasai PITEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullahi di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagaian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat,seperti kedokteran, kimia, fisika, industri penerbangan, biologi, tekhnik, dan sebagainya. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal,yaitu pengetahuan yang mengembangkan akal manusia, sehingga ia dapat menentukan suatu tindakan tertentu dan pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dengan akal, Allah SWT telah memuliakan manusia dengan akalnya. Akal merupakan faktor penentu yang melebihkan manusia dari makhluk lainya. Sehingga kedudukan akal merupakan sesuatu yang berharga. Allah menurunkan Al-Qur’an dan mengutus Rasul-Nya dengan membawa Islm agar beliau menuntun akal manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar.Pada sisi yang lain Islam memicu akal untuk menguasai PITEK (Pengetahuan, Ilmu dan Teknologi) sebab dorongan dan perintah untuk maju merupakan buah keimanan. Dalam kitab Fathul Kabir juz III, dijelaskan bahwasannya Rasullullah SAW, pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk mempelajari pembuatan senjata mutakhir, terutama alat perang yang bernama dabbabah, sejenis tank yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari roda-roda. Rasullullah Saw,mamahami manfaat alat ini bagi peperangan melawan musuh dan menghancurkan benteng lawan.
b.      Memiliki skills/ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Perhatian besar Islam pada ilmu teknik dan praktis, serta ketrampilan merupakan salah satu dari tujuan pendidikan Islam. Penguasaan ketrampilan yang serba material ini merupakan tuntutan yang harus dilakukan umat Islam dalam rangka pelaksanaan amanah Allah SWT.Hal ini diindikasikan dengan terdapatnya banyak nash-nash Al-Qur’an yang membolehkan mempelajari pengetahuan umum dn ketrampilan.Hal ini dihukumi dengan Fardhu Kifayah.












BAB III
KESIMPULAN



      Pada hakikatnya konsep pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma yang merupakan  sebuah sistem/kerangka berfikir yang paling mendasar bagi sebuah aspek kehidupan. Sedangkan paradigma tersebut harus berlandaskan pada akidah Islam.Dalam konsep pendidikan Islam sendiri asas yang dipakai adalah Akidah Islam serta tujuan pendidikan sendiri dalam konsep pendidikan Islam harus mencakup tiga hal  yakni (1) Pembentukan kepribadian Islam, (2) Penguasan tsaqofah Islam, (3) Pengusaan ilmu kehidupan (Sains, Teknologi,dan Keahlian).
      Miris rasanya, ketika kita melihat potret buram pendidikan di Indonesia yang sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dengan negara-negara lain.Bahkan akibat sistem pendidikan sekuler-materialistik yang diterapkan di Indonesia yang menimbulkan banyak problematika dan terbukti tidak dapat menghasilkan peserta didik yang berkepribadian Islam.
      Oleh karena itu,sudah saatnya penyelesaian problem pendidikan yang mendasar di Indonesia diselesaikan dengan solusi fundamental yakni melakukan perubahan yang menyeluruh yang diawali dari perubahan konsep pendidikan yang sekuler-materilistik dengan konsep pendidikan Islam yang terbukti membawa keberhasilan bagi sebuah peradaban negara.Dan mengimplementasikannya dalam sistem pendidikan di Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA



Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana.
Suryosubroto, B. 1990. .Dasar-dasar Kepndidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusanto, Muhammad Ismail. 2003. Menggagas Pendidikan Islam.Bogor:Al Azhar Press.
Nada, Qathrun. 2005. “Politik Pendidikan Islam“. Al-Wa’ie, edisi 1-31 Juli.
Ilmawati, Zulfa. 2005. “Wajah Buruk Pendidikan di Indonesia”. Al-Wai’ie, edisi 1-31 Juli.
Wadjdi, Farid. 2007. “Pendidikan Dalam Cengkraman Kapitalisme Global“. Al-Wa’ie, edisi 1-31 Mei.













[1] L . Fahmi, Bunga Rampai Syarit Islam (Jakarta:Hizbut Tahrir Indonesia,2002), hal. 65
[2] UU Sisdiknas No.20 tahun 2003.

[3] Ibid

1 komentar:

  1. A$1.6 billion casino will not open on July 1 - JTM Hub
    The 울산광역 출장마사지 proposed opening of a $1.6 billion Sydney casino resort 전주 출장안마 on July 1 would 안성 출장샵 not be a surprise if a new casino 강원도 출장샵 operator 파주 출장샵

    BalasHapus